pendidikanpolemik masyarakat pesantren menjawab

Tafsir Al Fatihah | Selamatan dan Pembukaan Ma'had Aly Askhabul Kahfi


TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Pada malam Ahad Legi, tanggal 12 Oktober 2019 / 13 Muharram 1441 H resmi dibuka dan dimulai rangkaian kegiatan Ma'had Aly Askhabul Kahfi dengan jurusan Tafsir dan Ilmu Tafsir yang diikuti dan disaksikan oleh ribuan santri, wali santri dan masyarakat.

Dalam acara tersebut, pengasuh Ma`had Aly Askhabul Kahfi KH. Masruchan Bisri mengawali kuliah perdananya dengan menjelaskan Tafsir Suratul Fatihah.

Surah Al Fatihah mempunyai 20 nama, antara lain : فَاتِحَةُ الْكِتاَب , أمّ الْقُرْاٰن, اَلْكَافِيَّة, اَلْوَافِيَّة,  الشَّافِيَّة , سَبْعُ الْمَثاَنِى dll.  Surah ini termasuk Makiyah, terdiri dari tujuh ayat, dan turun setelah Surah Al-Muddats-tsir.

Keutamaan

Keutamaan surah ini telah banyak di sebutkan dalam hadits – hadits shohih, antara lain yang artinya  “ Allah tidak menurunkan di dalam Taurat dan Injil sebuah surah seperti Ummul Qur`an, dialah Sab`ul Matsaani, dan dia sebagaimana Firman Allah `Azza wajalla dalam hadits Qudsi,”Terbagi antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak mendapatkan apa saja yang ia minta” ( HR. Tirmidzi ). “Surah Al Fatihah adalah syifaa` ( penyembuh ) segala racun” ( HR. Darimi ). “Dalam surah Al Fatihah terkandung kesembuhan dari segala penyakit” ( HR. para imam hadits dari Said Al Khudri ).

Sunah membaca ta`awudz sebelum Al Fatihah

Sebelum membaca Surah Al Fatihah di sunahkan membaca ta`awudz (أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ) secara sir / samar (bacaan yang hanya di dengar oleh diri sendiri).

Firman Allah dalam QS An Nahl ayat 98, yang artinya “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk“.

Menurut persepakatan ulama` bahwa ta`awudz bukan bagian dari Al Qur`an, oleh karena itu di larang membaca washol (menyambung) dengan Al Fatihah, dan di antara keduanya harus ada سَكْتَةْ ( berhenti sejenak).

1. “ Bismillaahir-rohmaanir-rohiim “

Para ahli qira`at Makkah dan Kufah telah memastikan bahwa basmalah merupakan satu ayat dari Surah Al Fatihah, tapi bukan merupakan salah satu ayat dari surah – surah lainnya.

Mereka berkata, di tuliskannya pada permulaan setiap surah itu, hanya sebagai pemisah antara surah satu dengan yang lainnya dan untuk mendapatkan keberkahannya.

Al Hakim meriwayatkan dalam Al Mustadrak, dari Abu Hurairah, bahwa ia melaksanakan sholat, lalu ia menjaherkan  / mengeraskan bacaan basmalahnya. Setelah selesai sholat, ia berkata :” akulah orang yang mirip sholatnya dengan Rosulullah SAW”. ( Riwayat ini di shohihkan oleh Addaruqutni, Al Khatib, Al Baihaqi, An-Nasa`i, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah ). Dari Ibnu Abbas, bahwa Rosulullah SAW membuka sholat dengan membaca “Bismillaahir-rohmaanir-rohiim “ ( HR. Abu Daud dan At Tirmidzi ).

Imam Bukhori meriwayatkan dari Anas dalam kitab shohihnya, bahwa ia pernah di tanya tentang bacaan Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, bacaan Beliau panjang, kemudian beliau membaca “Bismillaahir-rohmaanir-rohiim “ dengan memanjangkan bismillaah, ar-rohmaan dan ar-rohiim.

Basmallah adalah kalamullah (فَمَنْ اَنْكَرَهَا كَفَرَ : barang siapa yang mengingkarinya , maka dia kufur ).

Allah SWT mengawali kitabnya dengan basmallah, demikian ini Allah mengajari kita agar memulai semua perbuatan dan perkataan yang baik dengan basmalah.

Nabi SAW bersabda : “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan “bismillaahir-rohmaanir-rohiim”, maka dia akan terputus berkahnya ”.

Huruf  ba` dalam ( bismillah ) adalah ba` lil isti`anah ( mohon pertolongan ). Susunan jar majrur menurut madzhab kuffah adalah makhal nasab yang di nasobkan oleh fi`il yang tersimpan, taqdirnya adalah :  اِبْتَدَاءْتُ بِسْمِ اللهِ  (aku memulai pekerjaan dengan menyebut nama Allah ). Lafal Allah adalah isim alam ( nomina petunjuk identitas ), untuk dzat yang di sembah dengan haq ( لِلْمَعْبُوْد بِحَقٍ ). Sedangkan lafal Al ilah (الاءله), yang di sembah baik secara haq maupun bathil (لِلْمَعْبُوْد بِحَقّ اَوْ باَطِلٍ). Al ilah : isim yang di gunakan untuk menunjuk Allah dan selain Allah.

Lafal الرحمن الرحيم adalah dua sifat yang berasal dari الرحمة ( kasih sayang, belas kasih, lemah lembut ). Meskipun demikian, ke duanya mempunyai makna tersendiri / khusus. Al Azmi menakwilkan الرحمن : rohmat Allah meliputi seluruh makhluk ( di dunia ) dan الرحيم : rahmat Allah hanya untuk orang – orang yang beriman ( di akhirat ). Rasulullah SAW bersabda : “ Bahwa Isa bin Maryam mengatakan الرحمن adalah Maha Pengasih di dunia dan akhirat, dan الرحيم adalah Maha Penyayang di akhirat “ .

Hukum

Hukum membaca basmalah ada 5 :

1.Wajib, seperti : membaca fatihah yang di awali dengan basmalah (مَعَاشِرَ الشَّفِعىِ )

2.Sunah `Ain dan kifayah : seperti mandi dan wudhu, sunah kifayah seperti makan berjamaa`ah ( yang membaca basmalah bisa satu orang).

3.Makruh, seperti membaca basmallah ketika melihat farjinya istri

4.Haram, seperti akan melakukan ma`siyat, missal zina, judi, mencuri, dll

5.Mubah, dalam hal hal yang hukumnya wenang seperti memindah barang dari tempat satu ke tempat yang lain.

2. “ Alhamdu lillahi robbil `alamiin “ Alhamdu artinya : اَلْحَمْدُ ; الثناء با لجميل على جهة التعظيم والتبجيل مقرونابالمحبة

Pujian yang indah bernuansa pengagungan dan pemuliaan yang di sertai dengan kecintaan. الحمد adalah antonim dari   الذم ( hinaan ).

Al khamdu lebih umum dari pada asy – syukur ( syukur ), sebab syukur di lakukan sebagai imbalan atas karunia, sedangkan pujian  di lakukan dengan kesadaran dan suka rela.

Al yang ada pada lafal : ٱلۡحَمۡدُ adalah lil istighroqil jinsi ( mencakup semua jenis ), maka makna ٱلۡحَمۡدُ ialah segala puji. Adapun puji terbagi menjadi empat.

Puji Qodiim alal Qodiim : puji Allah terhadap dirinya sendiri, seperti : اَلْحَمْدُلِلَّهِ خَلَقَ السَمَوَاتِ والْاَرْض ( segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi ). “ (QS.Al-An’am:1)”

Puji Qodiim alal Khadits : puji Tuhan kepada hambanya, نِعْمَ الْعَبْدُ اِنَّهُ اَوَّابٌ sebaik baik hamba adalah 
دَاوُدْ karena sesungguhnya dia banyak bertaubat kepada Allah. “(QS. Shad: 44) “

Puji Khadits alal Qodiim : pujinya hamba kepada tuhan.

Puji Khadits alal hadits : pujinya makhluk kepada makhluk, seperti Amir memuji Umar ( semua puji tersebut hakikatnya milik Allah ).
لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَالَمِينَ “ Lillahi robbil `alamiin”

Kata  رَبّ : berasal dari kata attarbiyah ( pendidikan ). Kata الربّ memiliki banyak arti, antara lain : اَلْمَالِك ( yang memiliki ), اَلْمَعْبُوْد ( yang di sembah ), السيّدالْمُطَاعْ ( Tuan yang di taati ), اَلْمُصْلِح ( yang memperbaiki ), اَلْمُدَبِّر ( yang mengatur ),  اَلْمُجْبِر ( yang menambal ).

Kata اَلْعَالَمِيْنَ adalah jamak dari العالم, menurut Az Zujaj kata العالم di ambil dari kata اَلْعَلَم ( tanda ) dan العلامة ( petunjuk ) karena ia merupakan tanda atau petunjuk adanya Sang Pencipta, yaitu Allah SWT,dan masih menurut Az Zujaj bahwa makna Aalam ialah semua yang Allah ciptakan di dunia dan di akhirat.

رَبِّ ٱلۡعَالَمِينَ ( Tuhan seluruh alam ), Ibnu Abbas berkata : Tuhan semua makhluk, semua langit dan semua yang ada di dalamnya, semua bumi dan semua yang ada di dalamnya, serta semua yang ada di antara itu semua, baik yang di ketahui maupun yang tidak di ketahui.

Hukum membaca Hamdalah

Hukum membaca hamdalah ada 4, 1) Wajib, seperti : hamdalah dalam khutbah jum`ah, 2) Sunah, seperti : hamdalah dalam khutbah nikah, di awal dan akhir do`a,dll 3) makruh : di baca di tempat – tempat yang kotor / menjijikkan, seperti : di kandang unta, tempat sampah, toilet, mulut dalam keadaan najis, dll, 4) Haram : hamdalah ketika bersenang – senang menjalankan maksiyat atau setelah selesai maksiyat.

3. “Arrohmanir Rohiim “                      

Karena penyebutan Allah SWT dengan sifat Rabbil `Alaamiin ( Tuhan seluruh alam ) mendatangkan rasa gentar dalam hati, maka Dia mengiringinya dengan menyebutkan sifatnya yang lain yaitu Ar rahman ( yang agung rahmat-Nya ) dan ar rahiim ( yang langgeng rahmatnya ).

4. “Maliki yaumiddin “

(مَا لِكِ) berkedudukan majrur sebagai badal, bukan sebagai sifat karena ia nakiroh, sebab ia adalah isim fa`il yang tidak bisa menjadi ma`rifat ketika di idhofahkan pada kalimah yang mengandung ma`na khal ( sekarang ) atau istiqbal ( masa depan ).

يَوْمِ الدِّيْن adalah dhorof zaman yang artinya hari pembalasan.

Kata مَلِكٌ sebagian ahli qiro`ah membacanya tanpa alif (مَلِكِ ) dan sebagian yang lain membacanya dengan alif (مَا لِكِ), ke duanya adalah shokhih dan mutawatir di dalam qiro`ah sab`ah, yang pertama berdasarkan hadits Nabi riwayat At – Tirmidzi, Ibnu Abiddunya dan Ibnul Ambari : dari Ummi Salamah” sesungguhnya Nabi membaca (مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْن) tanpa alif”.

Yang kedua berdasarkan hadits nabi riwayat : Ahmad, Tirmidzi, dan Abi Daud dari Anas RA : “ Bahwa Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Ustman membacanya (مَا لِكِ يَوْمِ الدِّيْن) dengan alif. Kata اَلْمَلِكْ di ambil dari kata اَلْمُلْكُ yang berarti kekuasaan / kerajaan dan kata اَلْمَالِك di ambil dari kata اَلْمِلْكُ : yang berarti kepemilikan. مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْن artinya yang menguasai / merajai hari pembalasan dan مَا لِكِ يَوْمِ الدِّيْن artinya yang memiliki hari pembalasan.

Dikhususkannya kata يوم ( hari ) sebagai Idhofah, padahal Allah SWT yang memiliki dan yang menguasai segala sesuatu di seluruh waktu dan hari, demikian ini karena lit ta`dhim ( pengagungan ).

Firman Allah يَوْمِ الدِّيْن bukan يَوْم الْقِيَامَة, hal ini untuk menjaga pemisah dan merajihkan ( mengunggulkan ) yang umum, karena ma`na addiin adalah ( balasan yang setimpal ) yang mencakup seluruh kondisi hari kiamat sejak permulaan pembangkitan hingga kekekalan abadi ( selama – lamanya ).

Alhasil : Allah SWT adalah Tuhan pemilik dan penguasa hari pembalasan dan Dia akan meminta pertanggung jawaban amal perbuatan manusia, dan manusia akan dibalas sesuai dengan amalnya.

5. “ iyya kana` budu wa iyya kanasta`iin “

Mendahulukan maf`ul bih ( obyek ) dan mengakhirkan fa`il ( subyek ) adalah berfaidah lil khasher dan lil ikhtishos ( meringkas dan mengkhususkan ).

“ iyya kana` budu wa iyya kanasta`iin “ artinya “ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan ”.

Penyebutan kalimah وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ setelah وَإِيَّاكَ نَعۡبُدُ demikian ini mengisyaratkan bahwa seseorang tidak diperbolehkan untuk mohon pertolongan dan  bertawakal kecuali kepada dzat yang patut di sembah ( Allah SWT ) karena selain Dia tidak memiliki kekuasaan sedikitpun atas segala urusan.

Pada ayat ini lafal اِيَّاكَ di ulang - ulang, karena bertujuan untuk menghindarkan asumsi ( anggapan ) bahwa hanya kepada Engkau kami menyembah, dan kepada selain Engkau kami memohon pertolongan.

Dua kata kerja (نَعْبُدُ ) dan (نَسْتَعِيْنُ ) ini di sebutkan dalam bentuk jamak bukan dalam bentuk tunggal  (إِيَّاكَ اَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ اَسۡتَعِينُ), demikian ini Allah mendidik hambanya untuk mengakui keterbatasan seorang hamba, sehingga ia tidak dapat berdiri sendiri di hadapan Allah, seolah – olah dia berucap : “ Tidak layak bagiku berdiri sendiri dalam bermunajat kepada-Mu Ya Allah, aku merasa malu dengan kelalaian dan dosa – dosaku, karena itu aku bergabung dengan kaum mu`minin dan aku bersembunyi di antara mereka.

Maka terimalah do`aku bersama mereka, sebab kami semua beribadah kepada-Mu dan memohon pertolongan-Mu.

6. “ ihdi nash-shirootholmustaqiim”

As-shiroth artinya adalah jalan, Al Mustaqiim artinya adalah  lurus. Shirotol Mustaqiim berarti jalan yang lurus, sebagian ahli tafsir menakwilkan : اي دِيْنُ الْاِسْلَام ( agama islam ), dengan demikian makna ayat ini ialah teguhkanlah kami di atas agama ini agar kami tidak di ombang – ambingkan oleh keraguan.

Firman Allah QS Ali Imron ayat 8 : “ Ya Tuhan kami, jangan engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami”.

Dalam sebuah hadits di sebutkan : اَللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ اْلقُلُوْب ثَبِّتْ قُلَوْبَنَا عَلىَ دِيْنِكَ , artinya :” Ya Allah, wahai dzat yang membolak -  balikkan hati, teguhkanlah kami di atas agama-Mu”.

7. “ Shirootholadziina an`amta `alaihim ghoiril maghdhuubi `alaihim waladh-dhoolliin “

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ  artinya ( yaitu ) jalan orang – orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, para ahli tafsir menakwili mereka adalah para Nabi, Shiddiqiin, Syuhada` dan sholikhiin. Firman Allah :” Mereka itu akan bersama –sama dengan orang – orang yang di beri nikmat oleh Allah, ( yaitu ) para Nabi, para pecinta kebenaran ( ash-shidiiq ), orang – orang yang mati syahid dan orang – orang sholih, Mereka itulah teman – teman yang sebaik – baiknya )” ( QS. An-Nisaa` : 69 ).

غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ artinya “Bukan jalan mereka yang di murkai”.

Mayoritas ulama` tafsir berpendapat yang di maksud ( mereka yang di murkai ) adalah orang – orang yahudi, karena mereka telah mengetahui kebenaran tetapi mereka mengingkarinya, atau karena mereka melakukan perkara yang bathil dengan sengaja.

وَلَا ٱلضَّآلِّينَ artinya “ dan bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat “, yaitu orang – orang nasrani, orang – orang nasrani di anggap sesat, karena mereka adalah orang – orang bodoh yang tidak mengerti kebenaran dan mereka mengikuti langkah – langkahnya orang – orang yahudi.

Setelah selesai membaca Fatihah maka di sunahkan membaca  امين ( Alif-nya amiin boleh di baca panjang dan boleh di baca pendek ). Nabi SAW bersabda, artinya : “Apabila imam mengucapkan امين hendaknya kalianpun membaca amin, sebab barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan aminnya para malaikat, maka pasti dosanya yang lampau di ampuni”. ( HR. Ahmad dan 6 Imam Hadits ). Kata امين adalah isim fi`il amar : اِسْتَجِبْ ( kabulkanlah do`a kami ). Ulama` bersepakat bahwa امين bukan bagian dari surotul Fatihah dan bukan bagian dari Al Qur`an. Oleh karena itu tidak boleh di washolkan ( di sambung ) dengan surotul Fatihah dan di antara keduanya harus ada سَكْتَةْ ( berhenti sejenak ).

( Tafsir Showi, Tafsir Al Munir, Tafsir Fatkhul Qodir, Tafsir Maroghi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Thobari, Tafsir Qurtubhi, Tafsir Fatkhurrozi ). (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas tapi sopan!!!...

Bottom Ad [Post Page]

Back To Top