eventpendidikanpolemik masyarakat pesantren menjawab
Makna Puasa dan hukumnya | Muhasabah wa tarbiyah menyambut bulan ramadhan 1440 H
Muhasabah wat Tarbiyah menyambut bulan Romadhon 1440 H di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi dilaksanakan di Kampus 2 Ponpes Askhabul Kahfi, yang terletak di Kelurahan Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang.
Dalam acara ini, Pengasuh Ponpes Askhabul Kahfi KH. Masruchan Bisri memaparkan tentang puasa di bulan Romadhon.
Makna puasa
Makna puasa secara lughoh ialah menahan diri dari sesuatu dan meninggalkannya.
Sedangkan makna puasa secara istilah yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, jima` dengan menyertakan niat yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Puasa Romadhon di wajibkan pada bulan Sya`ban tahun 2 Hijriyah, adapun dasarnya yaitu Surat Al Baqoroh ayat 183 :” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat-umat terdahulu juga berpuasa Romadhon sebagaimana di jelaskan dalam Tafsir Qurtubi Juz 2 hal.
659: ”Sebenarnya Allah SWT telah mewajibkan kaum Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS untuk berpuasa Romadhon, namun mereka mengubahnya”.
Di antara Ulama` mereka ada yang menambahkan 10 hari, lalu suatu ketika ada beberapa Ulama` mereka di serang penyakit, lalu mereka bernadzar , jika mereka diberi kesembuhan oleh Allah SWT, maka mereka akan menambahkan puasa mereka 10 hari lagi”.
Kemudian setelah mereka sembuh, mereka benar-benar melakukannya. Oleh karena itulah puasa orang-orang Nasrani menjadi 50 hari.
Lalu ketika musim panas menyulitkan mereka untuk berpuasa, mereka memindahkan bulan Romadhon ke musim semi.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Daghfal bin Hamzhalah, Nabi Bersabda :” Sebelumnya kaum Nasrani diwajibkan berpuasa Satu Bulan, lalu seorang dari mereka jatuh sakit dan mereka berkata : Jika Allah menyembuhkannya, maka kita akan menambahkan puasa kita 10 hari.
Kemudian ada seseorang lagi yang memakan daging dan membuat sakit mulutnya, dan mereka berkata :” Jika Allah menyembuhkannya, maka kita akan menambahkan puasa kita 7 hari."
Kemudian penyakit tersebut menyerang orang lain, dan mereka berkata: ”Bagaimana kalau kita sempurnakan 7 hari ini menjadi 10 hari, dan kita pindahkan puasa kita pada musim semi”, maka puasa mereka setelah itu menjadi 50 hari.
Pada permulaan Islam Rasulullah berpuasa 3 hari setiap bulannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarrir dari Mu`ad bin Jabal, berkata :” Sesungguhnya Rasululllah SAW sampai di Madinah ( Hijrah ) beliau berpuasa di hari Asy-syura` dan berpuasa tiga hari setiap bulannya”, (Tafsir Qurtubi Juz 2 hal. 660 ).
Adh-dhahak menambahkan: “ Jenis puasa wajib ini berlangsung dari Nabi Nuh AS sampai diwajibkannya puasa Romadhon “.
Makna la `allakum menurut Imam Ath-Thobari dalam Tafsir Thobari Juz 2 hal. 159 maksudnya adalah agar kalian bertaqwa ( menjauhkan diri ) dari makan, minum, berjima` dengan wanita ketika berpuasa.
Menurut Imam Al-Qurtubi agar terhindar dari perbuatan maksiyat (Tafsir Qurtubi Juz 2 hal. 660 ).
Sedangkan menurut Tafsir Jalalain yaitu menjauhi berbagai macam maksiyat.
Sumber kemaksiyatan adalah nafsu / syahwat dan untuk mengendalikan nafsu salah satu caranya adalah dengan berpuasa.
Dijelaskan dalam sebuah hadits: ”Barang siapa belum mampu untuk menikah maka berpuasalah, karena puasa itu perisai baginya”.
SYARAT WAJIB PUASA
Syarat-syarat wajib puasa ada 4 :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
Dalam sebuah hadits shohih riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda :” Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar`i : Orang yang tidur sampai ia terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh”.
4. Mampu menjalankan ibadah puasa
RUKUN PUASA
Rukun puasa ada 2 :
Niat
Waktu niat yaitu dilakukan sebelum Fajar Shodiq ( Imsak ), apabila belum niat di malam hari, maka di wajibkan untuk tetap menjaga hal-hal yang membatalkan puasa sampai terbenamnya matahari ( maghrib ), sebagaimana orang yang berpuasa, tetapi tidak terhitung puasa dan wajib meng-qodho`.
Niat harus di lakukan setiap malam dan tidak boleh berniat sekali ( awal malam Romadhon ) untuk satu bulan, tetapi harus dilakukan setiap malam, sebelum Fajar Shodiq untuk pagi harinya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits :” Barangsiapa tidak membulatkan niat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”. ( HR. Abu Dawud dan Tirmidzi )
Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa
PERKARA YANG MEMBATALKAN PUASA
Perkara-perkara yang membatalkan puasa ada 10 :
1. Makan dan minum dengan di sengaja, sehingga apabila tidak di sengaja maka tidak batal puasanya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim : “ Jika ia lupa, hingga makan dan minum hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah SWT yang memberi makan dan minum”.
2. Muntah dengan di sengaja, kalau tidak disengaja, maka tidak membatalkan puasa.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits :” Barang siapa yang terpaksa muntah,maka tidak wajib baginya untuk meng-qodho` puasanya, dan barang siapa muntah disengaja, maka wajib baginya meng-qodho` puasa”. ( HR. Abu Dawud )
3. Jima` ( berhubungan badan di siang hari ).
Diterangkan dalam Al-Qur`an Surat Al Baqoroh ayat 187 :” Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu”.
4. Onani dan Masturbasi
5. Memasukkan sesuatu dalam rongga badan ( mulut, telinga, hidung, dubur, dan alat vital ).
6. Haid dan Nifas
Diterangkan dalam hadits :” Bukankah jika ia sedang haid, tidak sholat dan tidak puasa “. (HR. Imam Bukhori )
7. Gila
8. Murtad ( keluar dari Islam )
9. Berbuka puasa sebelum masuk waktu maghrib
10. Melahirkan anak ( Wiladah )
HAL-HAL YANG SERING MENJADI PERDEBATAN DI MASYARAKAT (Menelan air liur, berkumur, menggosok gigi dengan pasta gigi)
1. Menelan air liur tidak membatalkan puasa, yaitu air liur yang bersih dan murni yang keluar dari sumbernya ( mulut ).
2. Berkumur-kumur ketika wudhu bagi orang yang berpuasa tetap disunahkan, akan tetapi tidak boleh berlebih – lebihan ( mubalaghoh ), apabila tertelan ( tidak disengaja ) ketika berkumur-kumur dengan tidak berlebih-lebihan maka tidak membatalkan puasa.
Berkumur yang ke-empat meskipun tidak berlebih-lebihan, apabila sebagian airnya tertelan, maka membatalkan puasa.
Begitu pula membatalkan puasa, air kumur untuk lit tabarrud ( penyejukan atau pendinginan ), meskipun tidak berlebih-lebihan ( mubalaghoh ).
3. Bersiwak / gosok gigi dengan pasta gigi ketika berpuasa itu tidak membatalkan puasa, dengan syarat tidak ada air atau pasta gigi yang tertelan, kalau ada yang tertelan maka membatalkan puasa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Kitab Majmu` Syarah Muhadzab :” Jika ada seseorang memakai siwak basah, kemudian airnya pisah dari siwak yang digunakan atau cabang-cabang ( bulu-bulu ) kayunya itu lepas, kemudian tertelan maka puasanya batal, tanpa ada perbedaan pendapat ulama`.
Penulis : Abah KH Masruchan Bisri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bebas tapi sopan!!!...